Page

Kamis, 19 Mei 2011

HAK-HAK ATAS KOMPUTER


HAK-HAK ATAS KOMPUTER

Etika dalam penggunaan komputer sedang mendapat perhatian yang lebih besar daripada sebelumnya. Masyarakat secara umum memberikan perhatian terutama karena kesadaran bahwa komputer dapat menganggu hak privasi individual.
Etika & moral harus mendapat perhatian yg utama dalam penggunaan TIK, terutama dalam perangkat lunak (dalam hal ini software komputer). Teknologi Informasi & Komunikasi berorientasi pada perangkat-perangkatnya, yaitu computer & perkembangan software. Software merupakan hasil dari pemikiran dan budidaya manusia. Di dalam teknologi informasi, perangkat lunak atau program komputer ini lebih dihargai daripada produk lainnya. Jika kita bicara software, maka ada kaitannya dgn mslh hakikat & kekuatan hukum kepemilikan. Dlm menciptakan suatu kepemilikan, suatu hasil karya yg baru, maka perlu mendapat perlindungan hukum dari pembajakan maupun tindakan ilegal lainnya. Dalam hal ini ditekankan kepada masalah :
1. Hak Cipta
2. Merek Dagang
3. Paten
4. Desain Produk Industri
5. Indikasi Geografi
6. Layout Desain
7. Perlindungan informasi yg dirahasiakan
Etika komputer adalah sebagai analisis mengenai sifat dan dampak social teknologi komputer, serta formulasi dan justifikasi kebijakan untuk menggunakan teknologi tsb secara etis. (James H. Moor).
Salah satu penyebab pentingnya etika adalah karena etika melingkupi wilayah-wilayah yang belum tercakup dalam wilayah hukum. Faktor etika disini menyangkut identifikasi dan penghindaran terhadap perilaku yang salah dalam penggunaan teknologi informasi. Untuk itu etika dipandang perlu dibentuk sebagai perilaku yang mengikat oleh pengguna teknologi informasi.
Etika komputer sangat penting karena
Menurut James H. Moor ada tiga alasan utama minat masyarakat yang tinggi pada komputer, yaitu :
- Kelenturan logika : kemampuan memprogram komputer untuk melakukan apapun yang kita inginkan .
- Faktor transformasi : komputer dapat mengubah secara drastis cara kita melakukan sesuatu.
- Faktor Ø tak kasat mata : semua operasi internal komputer tersembunyi dari penglihatan. Faktor ini membuka peluang pada nilai-nilai pemrograman yang tidak terlihat, perhitungan rumit yang tidak terlihat dan penyalahgunaan yang tidak terlihat
Masyarakat memiliki hak tertentu berkaitan dengan komputer, yaitu :

Hak atas komputer :
1. Hak atas akses komputer
2. Hak atas keahlian komputer
3. Hak atas spesialis komputer
4. Hak atas pengambilan keputusan komputer

Hak atas informasi :
1. Hak atas privasi
2. Hak atas akurasi
3. Hak atas kepemilikan
4. Hak atas akses

Untuk memecahkan permasalahan etika komputer, jasa informasi harus masuk ke
dalam suatu kontrak sosial yang memastikan bahwa komputer akan digunakan untuk kebaikan sosial. Jasa informasi membuat kontrak dengan individu dan kelompok yang menggunakan atau yang mempengaruhi oleh output informasinya. Kontrak ini tidak tertulis tetapi tersirat dalam segala sesuatu yang dilakukan jasa informasi.
Kontrak tersebut, menyatakan bahwa :
- Komputer tidak akan digunakan untuk sengaja mengganggu privasi orang
- Setiap ukuran akan dibuat untuk memastikan akurasi pemrosesan komputer
- Hak milik intelektual akan dilindungi
- Komputer dapat diakses masyarakat sehingga anggota masyarakat terhindar dari  ketidaktahuan informasi.

Isu terkini di Indonesia mengenai masalah Etika Teknologi Informasi
• UU ITE (Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik) sudah disahkan menjadi UU dengan nomor 11/ 2008. UU ini antara lain mengatur
• Pornografi di Internet
• Transaksi elektronik
• Etika penggunaan Internet
• Munculnya e-Announcement sebagai cikal bakal e-Procurement. E-Procurement mampu mengurangi kerugian negara akibat penyelewengan dalam pengadaan barang&jasa
• Adanya blue print sisfonas semenjak 2002

Masalah Etika Profesi Teknologi Informasi di Indonesia
Selama ini kalau kita berbicara tentang muamalah, terutama ekonomi, kita akan berbicara tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh. Hal ini memang merupakan prinsip dasar dari muamalah itu sendiri, yang menyatakan, Perhatikan apa yang dilarang, diluar itu maka boleh dikerjakan. Tetapi pertanyaan kemudian mengemuka, seperti apakah ekonomi dalam sudut pandang Islam itu sendiri? Bagaimana filosofi dan kerangkanya? Dan bagaimanakah ekonomi Islam yang ideal itu? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka sebenarnya kita perlu melihat bagaimanakah metodologi dari ekonomi Islam itu sendiri. Muhammad Anas Zarqa, menjelaskan bahwa ekonomi Islam itu terdiri dari 3 kerangka metodologi. Pertama adalah presumptions and ideas, atau yang disebut dengan ide dan prinsip dasar dari ekonomi Islam. Ide ini bersumber dari Al Qur’an, Sunnah, dan Fiqih Al Maqasid. Ide ini nantinya harus dapat diturunkan menjadi pendekatan yang ilmiah dalam membangun kerangka berpikir dari ekonomi Islam itu sendiri. Kedua adalah nature of value judgement, atau pendekatan nilai dalam Islam terhadap kondisi ekonomi yang terjadi. Pendekatan ini berkaitan dengan konsep utilitas dalam Islam. Terakhir, yang disebut dengan positive part of economics science. Bagian ini menjelaskan tentang realita ekonomi dan bagaimana konsep Islam bisa diturunkan dalam kondisi nyata dan riil. Melalui tiga pendekatan metodologi tersebut, maka ekonomi Islam dibangun. Ahli ekonomi Islam lainnya, Masudul Alam Choudhury, menjelaskan bahwa pendekatan ekonomi Islam itu perlu menggunakan shuratic process, atau pendekatan syura. Syura itu bukan demokrasi. Shuratic process adalah metodologi individual digantikan oleh sebuah konsensus para ahli dan pelaku pasar dalam menciptakan keseimbangan ekonomi dan perilaku pasar. Individualisme yang merupakan ide dasar ekonomi konvensional tidak dapat lagi bertahan, karena tidak mengindahkan adanya distribusi yang tepat, sehingga terciptalah sebuah jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin. Pertanyaan kemudian muncul, apakah konsep Islam dalam ekonomi bisa diterapkan di suatu negara, misalnya di negara kita? Memang baru-baru ini muncul ide untuk menciptakan dual economic system di negara kita, dimana ekonomi konvensional diterapkan bersamaan dengan ekonomi Islam. Tapi mungkinkah Islam bisa diterapkan dalam kondisi ekonomi yang nyata? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, Umar Chapra menjelaskan bahwa terdapat dua aliran dalam ekonomi, yaitu aliran normatif dan positif. Aliran normatif itu selalu memandang sesuatu permasalahan dari yang seharusnya terjadi, sehingga terkesan idealis dan perfeksionis. Sedangkan aliran positif memandang permasalahan dari realita dan fakta yang terjadi. Aliran positif ini pun kemudian menghasilkan perilaku manusia yang rasional. Perilaku yang selalu melihat masalah ekonomi dari sudut pandang rasio dan nalarnya. Kedua aliran ini merupakan ekstrim diantara dua kutub yang berbeda. Lalu apa hubungannya kedua aliran tersebut dengan pelaksanaan ekonomi Islam? Ternyata hubungannya adalah akan selalu ada orang-orang yang mempunyai pikiran dan ide yang bersumber dari dua aliran tersebut. Jadi atau tidak jadi ekonomi Islam akan diterapkan, akan ada yang menentang dan mendukungnya. Oleh karena itu sebagai orang yang optimis, maka penulis akan menyatakan “Ya”, Islam dapat diterapkan dalam sebuah sistem ekonomi. Tetapi optimisme ini akan dapat terwujud manakala etika dan perilaku pasar sudah berubah. Dalam Islam etika berperan penting dalam menciptakan utilitas atau kepuasan. Konsep Islam menyatakan bahwa kepuasan optimalakan tercipta manakala pihak lain sudah mencapai kepuasan atau hasil optimal yang diinginkan, yang juga diikuti dengan kepuasan yang dialami oleh kita. Islam sebenarnya memandang penting adanya distribusi, kemudian lahirlah zakat sebagai bentuk dari distribusi itu sendiri.
Maka, sesungguhnya kerangka dasar dari ekonomi Islam didasari oleh tiga metodolodi dari Muhammad Anas Zarqa, yang kemudian dikombinasikan dengan efektivitas distribusi zakat serta penerapan konsep shuratic process (konsensus bersama) dalam setiap pelaksanaannya. Dari kerangka tersebut, insyaAllah ekonomi Islam dapat diterapkan dalam kehidupan nyata. Dan semua itu harus dibungkus oleh etika dari para pelakunya serta peningkatan kualitas sumber daya manusianya. Utilitas yang optimal akan lahir manakala distribusi dan adanya etika yang menjadi acuan dalam berperilaku ekonomi. Oleh karena itu semangat untuk memiliki etika dan perilaku yang ihsan kini harus dikampanyekan kepada seluruh sumber daya insani dari ekonomi Islam. Agar ekonomi Islam dapat benar-benar diterapkan dalam kehidupan nyata, yang akan menciptakan keadilan sosial, kemandirian, dan kesejahteraan masyarakatnya.

Pelaksanaan Etika Profesi Teknologi Informasi di Indonesia
Penghinaan Untuk Wartawan Jaman sudah berubah. Namun masih banyak wartawan yang masih konservatif, melarang wartawan lain masuk pos-nya. Sekedar arogan atau takut kehilangan lahan. Di akhir masa jabatannya, Pangdam Jaya Mayjen TNI Djadja Suparman memberikan sumbangan sebanyak 100 juta rupiah kepada wartawan peliput Kodam Jaya. Djadja berharap, dana tersebut dimanfaatkan untuk membentuk koperasi wartawan Kodam. Djadja memberikan dana tersebut secara simbolis kepada Koordinator Wartawan Kodam Jaya, Ballian Siregar (Pos Kota), saat silahturahmi menjelang serah terima jabatan Pangdam. Ballian (Ian) mengaku, bantuan tersebut tidakakan membuat wartawan di lingkungan Kodam kehilangan sikap kritis. "Walaupun dikasih 100 juta rupiah," katanya, wartawan tetap akan independen dan tidak mau berada di bawah kontrol (terkooptasi) Kodam. Rencananya, lanjut Ian, dana akan dimanfaatkan untuk mendirikan Wartel dan Warung Sembako. Pemberian "sumbangan" Pangdam tersebut membuat gerah sejumlah jurnalis. Pasalnya, masih saja dalam era reformasi seperti ini  dimana masyarakat sedang getol menginginkan clean government / clean governance, sekelompok wartawan masih mau menerima bantuandari lembaga yang nota bene adalah medan pemberitaan. "Lepas dari ikhlas atau atas permintaan, sudah sepatutnya sumbangan dari Pangdam itu ditolak. Ini masalah etika moral seorang wartawan. Apalagi, darimana sih Pangdam dapat uang sebanyak itu? Bukankah Kodam bukan lembaga yang menghasilkan dana?" ujar wartawan sebuah media. Wartawan amplop seperti ini memang sudah menjadi rahasia umum dalam masa pemerintahan Soeharto.Dari presiden hingga pak RT telah mengajarkan untuk memberi "imbalan" pada wartawan yang akan atau telah memberitakan tentang dirinya. Dalam banyak konperensi pers, betapa hausnya mereka -para wartawan bodrex itu- menunggu petugas pembagi amplop. Tapi hal itu bukanlah semata kesalahan si "wartawan". Sebab organisasi profesi wartawan sendiri (PWI) telah jelas-jelas melegalkan soal angpauw ini, lewat statemen bosnya, Sofyan Lubis. Walaupun, masih banyak penerbitan pers (a.l. kelompok Kompas Gramedia dan Tempo) yang dengan eksplisit melarang keras para wartawannya menerima amplop, untuk menjaga kemandirian. Keberadaan wartawan amplop ini di jaman Soeharto bahkan telah dianggap masyarakat sebagai tindakan yang cukup meresahkan. Banyak orang yang hanya berbekal kartu PWI mendatangi perusahaan atau instansi, pejabat bahkan perorangan untuk mencari uang. Tidak jarang pula sejumlah wartawan itu mengorganisir diri bak kelompok gangster yang suka mengkapling wilayah-wilayah tertentu. Semua kantor departemen punya geng tersendiri. Ingat kasus wartawan yang sering mangkal di Departemen Keuangan? Mereka punya lembaga sendiri sebagai partner departemen tersebut dalam membuat training maupun seminar-seminar. Ceritanya, tahun 1983, Bambang Wiwoho (Pemimpin Umum Majalah Panji Masyarakat), mendirikan Yayasan Bina Pembangunan (YBP). Yayasan ini dibentuk untuk mengerjakan proyek Departemen Keuangan untuk memasyarakatkan Undang-Undang Pajak baru, yang akan berlaku 1 Januari 1984. Kontrak pertama ditandatangani dengan Menteri Keuangan waktu itu, Radius Prawiro. Proyek yang dikerjakan YBP di mana Wiwoho menjadi ketua umumnya, adalah melakukan konsultasi dan penyuluhan pajak, konsultan kegiatan penyiapan tenaga penyuluh dan peningkatan ketrampilan tenaga penyuluh Direktorat Jendral Pajak, khususnya dalam teknis komunikasi massa, melaksanakan kegiatan pembangunan citra perpajakan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan penyuluhan. Kalau kita dulu pernah mendengar slogan: "Orang Bijak Taat Pajak", "Pembangunan Jalan Ini Bersalah dari Pajak Anda", itu salah satu proyek YBP. Nilai kontrak itu cukup besar, rata-rata mencapai Rp3,5 hingga Rp4,5 miliar setiap tahunnya. Mungkin, karena menganggap wilayah kerjanya juga sebagai lahan basahnya itulah tindakan para wartawan yang ngepos di suatu tempat itu sering tidak berkenan atas kehadiran wartawan lain yang datang ke wilayah tersebut. Termasuk pelarangan terhadap sejumlah wartawan yang akan meliput kegiatan di istana negara. "Wartawan Istana ini mengatakan pada saya bahwa saya seharusnya mematuhi tata tertib buat meliput di Istana. Ia mengatakan, sebelum bisa meliput di Istana saya seharusnya lolos litsus (penelitian khusus) serta screening dari badan intelijen seperti BIA atau BAIS. Kemudian setelah itu, saya harus menunggu untuk mendapatkan kartu identitas wartawan Istana berwarna hijau," kata Ade Wahyudi, wartawan Kantor Berita Radio 68H Jakarta salah satu wartawan yang ditolak masuk istana oleh Lukman (Surabaya Post) sebagai koordinator wartawan Istana. Ini menjadi aneh, sebab dari sekretariat negara sendiri tidak pernah mengeluarkan larangan. Sebab sebelumnya, meski tanpa birokrasi yang berbelit Ade sudah beberapa kali diperbolehkan meliput ke Istana oleh bagian Dokumentasi dan Media Massa Setneg. Usut punya usut, ternyata para wartawan istana itu lah yang mengancam bagian dokumentasi dan media massa Setneg untuk melarang wartawan lain yang akan meliput di istana, selain mereka. Pelarangan ini berlanjut hingga sidang-sidang kabinet Gus Dur. Padahal, ketika wartawan Indonesia meliput kegiatan Presiden Abdurrahman Wahid masuk ke kantor Clinton di Gedung Putih, pihak Gedung Putih merasa welcome saja tanpa men-screnning apa lagi melakukan litsus "keterpengaruhan". Karena mereka hanya memprasyaratkan wartawan yang akan masuk ke Gedung Putih tak lain hanya berbekal surat keterangan dari kantornya masing-masing. Ini pelajaran sekaligus penghinaan buat wartawan Indonesia.


Daftar Pustaka :

- Donn B. Parker, ‘Ethics for Information Systems Personnel” Journal of Information Systems Management 5 (Summer 1988), 46.
- Teknologi Informasi dan Komunikasi SMA, ERLANGGA
http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/tugas-kuliah lainnya/etika-profesi-teknologi-informasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar